DISTORI.ID – Pengadilan Tinggi Banda Aceh (PT BNA) mencatat telah menerima sebanyak 220 perkara pidana pada tingkat banding selama 1 Januari hingga 24 Mei 2023.
Hakim Tinggi Humas PT BNA, Taqwaddin mengatakan, perkara narkotika menjadi kasus terbanyak selama kurun waktu tersebut, selanjutnya disusul kasus tindak pidana korupsi pada urutan kedua.
“Kejahatan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang [narkoba] terakumulasi sebanyak 122 perkara atau 56 persen dari total keseluruhan jumlah perkara,” kata Taqwaddin, Kamis (25/5/2023).
Sedangkan tindak pidana korupsi, lanjut Taqwaddin, dengan jumlah 32 perkara atau sekitar 15 persen dari keseluruhan jumlah perkara.
“Disusul dengan kategori-kategori pidana dengan selisih jumlah yang jauh lebih sedikit yaitu penganiayaan dengan jumlah 10 perkara, pencurian sebanyak 9 perkara, diikuti dengan tindak pidana kejahatan terhadap nyawa sebanyak 8 perkara dan penghinaan sebanyak 5 perkara, serta ITE dan laka lantas masing-masing sebanyak 4 perkara,” sebutnya.
Lanjut Taqwaddin, sejumlah kasus dengan jenis penipuan, kejahatan terhadap perlindungan anak, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tindak pidana senjata api/benda tajam, serta klasifikasi tindak pidana khusus lainnya masing-masing sebanyak 3 perkara.
Sedangkan tindak pidana pengancaman, penggelapan, dan kerusakan lingkungan telah diterima oleh Kepaniteraan Pidana PT Banda Aceh masing-masing sebanyak 2 perkara.
“Kejahatan yang jumlah perkaranya paling rendah antara lain tindak pidana di bidang kesehatan, mengedarkan uang palsu, pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan dan penghinaan terhadap lambang negara dengan jumlah masing-masing 1 perkara,” sebut Taqwaddin.
Ia menjelaskan, data yang dipaparkannya merupakan jumlah sementara mendekati pertengahan tahun 2023, ke depannya dipastikan akan bertambah mengingat banyaknya pelimpahan perkara pidana yang diterima dari tahun ke tahun.
“Pelimpahan perkara dari tahun ke tahun mencapai lebih dari 500-an perkara. Ini baru perkara pidana saja, belum lagi perkara perdata yang bisa mencapai 200-an,” ujar Taqwaddin yang juga Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor. []
Editor: M Yusrizal