DISTORI.ID – Di ujung barat daya Aceh, tersembunyi sebuah situs bersejarah yang tak banyak diketahui oleh publik luas, namun menyimpan cerita panjang tentang kejayaan masa lalu. Kuala Batu, atau yang dahulu dikenal dengan nama Quallah Battoo, kini tengah menjadi sorotan berkat penelitian arkeologi yang dilakukan oleh Yayasan Warisan Aceh Nusantara (Wansa). Dalam penelitian yang berlangsung pada 4-13 Juli 2024, tim yang terdiri dari arkeolog, sejarawan, dan antropolog mengungkapkan beberapa temuan penting yang memperkaya narasi sejarah Aceh.
Kuala Batu bukanlah sekadar nama dalam peta sejarah. Pada masa kejayaannya, pelabuhan ini memainkan peran penting sebagai pusat perdagangan maritim di bawah Kesultanan Aceh Darussalam. Sebagai pelabuhan strategis di jalur perdagangan internasional, Kuala Batu menjadi tempat bertemunya berbagai pedagang dari dunia Barat dan Timur, menjadikannya pusat pertukaran barang dan budaya.
Penelitian terbaru ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang peran historis Kuala Batu. Deddy Satria, seorang arkeolog yang terlibat dalam penelitian ini, mengungkapkan bahwa timnya berhasil menemukan sisa-sisa benteng pertahanan, sebaran keramik, pecahan kaca, batu bata, serta kuburan yang diperkirakan berasal dari akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-19. Temuan ini menunjukkan bahwa Kuala Batu bukan hanya sebuah pelabuhan biasa, tetapi juga pusat pertahanan strategis bagi Kesultanan Aceh.
“Kami menandai delapan titik lokasi dengan GPS, yang nantinya akan digambar ulang di atas peta. Gundukan di delapan titik tersebut diyakini sebagai bagian dari benteng pertahanan atau dalam istilah lokal disebut madat,” jelas Deddy.
Salah satu aspek penting dari sejarah Kuala Batu adalah invasi militer Amerika Serikat pada tahun 1832. Invasi ini dikenal sebagai peristiwa pertama kali Amerika melakukan operasi militer di luar negeri, menjadikan Kuala Batu sebagai situs penting dalam sejarah internasional. Penyerangan ini dilakukan sebagai tanggapan atas pembajakan kapal dagang Amerika oleh perompak yang diyakini beroperasi di sekitar perairan Aceh.
Husaini, Ketua Dewan Pembina Wansa, menekankan bahwa penelitian ini bertujuan untuk melengkapi narasi sejarah yang belum sepenuhnya terungkap. “Kuala Batu memiliki nilai sejarah yang tinggi, baik bagi Aceh maupun dunia internasional. Situs ini tidak hanya penting bagi sejarah lokal, tetapi juga sebagai pengingat tentang hubungan Aceh dengan kekuatan asing seperti Amerika,” ujarnya.
Selain menemukan artefak arkeologi, tim peneliti juga berusaha menggali narasi lokal melalui wawancara dengan masyarakat sekitar. Muhajir Al-Fairusy, antropolog dari STAIN Tengku Dirundeng, menjelaskan bahwa banyak folklor dan cerita rakyat yang berkembang di kalangan masyarakat Aceh Barat Daya terkait Kuala Batu. Cerita-cerita ini, meskipun sering dianggap sebagai mitos, memiliki potensi untuk membantu memahami lebih dalam sejarah dan kehidupan masyarakat pada masa lalu.
“Selama ini, Kuala Batu sering menjadi perbincangan di kalangan sejarawan dan masyarakat setempat, namun belum pernah ada penelitian komprehensif yang benar-benar menggali potensi sejarahnya. Folklor lokal bisa memberikan petunjuk penting tentang bagaimana masyarakat setempat melihat sejarah mereka sendiri,” ujar Muhajir.
Salah satu tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga dan melestarikan situs sejarah Kuala Batu. Husaini menegaskan bahwa situs ini memiliki nilai edukatif yang besar, terutama bagi generasi muda. “Kita harus melindungi peninggalan budaya ini supaya dapat dipelajari dan bermanfaat bagi masa kini dan masa depan,” tegasnya.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar bagi upaya pelestarian yang lebih serius, baik oleh pemerintah maupun masyarakat setempat. Deddy Satria menambahkan bahwa penelitian ini baru langkah awal, dan masih banyak yang harus dilakukan untuk benar-benar mengungkap keseluruhan cerita dari Kuala Batu. “Kami berharap hasil penelitian ini bisa mendorong lebih banyak upaya konservasi dan kajian sejarah lebih lanjut,” tambahnya.
Dengan semakin jelasnya potensi historis Kuala Batu, situs ini diharapkan bisa menjadi salah satu destinasi wisata sejarah unggulan di Aceh Barat Daya. Sebagai situs yang menyimpan cerita tentang perdagangan maritim, benteng pertahanan, hingga interaksi dengan bangsa asing, Kuala Batu menawarkan pengalaman yang berbeda bagi para wisatawan. Tidak hanya menikmati keindahan alam pesisirnya, wisatawan juga bisa belajar tentang sejarah panjang Aceh sebagai pusat kekuatan maritim di Asia Tenggara.
Kolaborasi antara Yayasan Warisan Aceh Nusantara dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh diharapkan bisa membuka jalan bagi pengembangan wisata sejarah berbasis edukasi di Kuala Batu. Selain meningkatkan perekonomian lokal, hal ini juga akan memperkuat identitas Aceh sebagai salah satu provinsi yang kaya akan warisan budaya dan sejarah.
Penelitian terbaru di Kuala Batu membuka tabir sejarah yang selama ini tersembunyi di balik cerita rakyat dan artefak yang tersisa. Temuan-temuan ini menjadi saksi bisu tentang masa kejayaan Kuala Batu sebagai pusat perdagangan dan pertahanan Kesultanan Aceh.
Dengan upaya pelestarian yang berkelanjutan dan dukungan masyarakat, situs ini diharapkan bisa terus menjadi bagian penting dari sejarah Aceh dan dunia. Kuala Batu, lebih dari sekadar pelabuhan tua, adalah gerbang menuju sejarah maritim yang kaya dan kompleks, yang kini mulai terungkap kembali. []