DISTORI.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI 2024 yang diajukan oleh Partai Gerindra di Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh 1.
Putusan perkara nomor 13-01-02-01/PHPU/DPR.DPRD-XXII/2024 itu dibacakan oleh anggota MK, Enny Nurbaningsih pada hari ini, Selasa (21/5/2024).
“Dalam pokok permohonan menyatakan permohonan pemohon (Gerindra) tidak dapat diterima,” kata Enny.
Selain itu, MK juga mengabulkan eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait (PDIP dan PKS) berkenaan dengan permohonan pemohon tidak jelas atau kabur.
Dalam pertimbangannya, MK menilai dalil-dalil yang disampaikan Gerindra tidak jelas dan tidak punya alasan kuat untuk disidangkan lebih lanjut.
Sebabnya, permohonan pemohon berkenaan dengan pengisian keanggotaan DPR RI yang menyandingkan data perolehan suara berdasarkan model C1 pada berbagai kecamatan dan kabupaten, tidak disertai dengan uraian data TPS tempat terjadinya dugaan penambahan suara, termasuk pada dalil adanya dugaan penambahan suara PDI Perjuangan.
Selain itu, pemohon juga tidak menguraikan lebih lanjut secara rinci dan jelas di TPS mana dugaan penambahan suara tersebut terjadi. Pemohon hanya mendalilkan dan menyandingkan perolehan hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan berdasarkan hasil perolehan suara dalam C1 dan D1 untuk Partai PDI Perjuangan, PKS dan PKB.
Ketiadaan uraian TPS pada dalil posita pemohon demikian mengakibatkan permohonan menjadi tidak jelas, dan tidak dapat diperiksa lebih lanjut, sekalipun pemohon telah menyerahkan alat bukti yang cukup spesifik dan masif.
“Alat bukti yang demikian tidak dapat serta merta menjadi dasar Mahkamah untuk memeriksa persoalan yang dimohonkan oleh pemohon manakala tidak didalilkan secara tegas dan jelas oleh pemohon dalam posita permohonannya,” jelasnya.
Kemudian, Mahkamah menemukan fakta dalam petitum yang dimohonkan oleh pemohon, di mana ternyata terdapat pertentangan satu sama lain, yakni antara petitum angka 2 dan angka 3.
Di mana pada petitum angka 2, pemohon memohon kepada Mahkamah untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024. Sementara pada petitum angka 3, pemohon meminta penetapan hasil perolehan suara yang benar menurut pemohon untuk pengisian keanggotaan DPR RI Dapil Aceh 1 setelah dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk perolehan suara Partai Gerindra, PDI Perjuangan, PKS dan PKB.
Selain itu, petitum angka 3 yang oleh pemohon dituangkan dalam tabel tersebut secara tidak langsung menurut Mahkamah dapat dimaknai berisi dua petitum di dalamnya, yakni petitum yang memohonkan penetapan suara yang benar menurut pemohon dan petitum yang memohonkan PSU. Karena dalam tabelnya pemohon menuliskan jumlah perolehan suara yang benar menurut pemohon.
“Yakni 104.005 suara untuk Partai Gerindra, 98.120 suara untuk PDI Perjuangan, 98.750 98.750 suara untuk PKS, dan 80.000 suara untuk PKB, masing-masing ditambah hasil PSU,” ungkapnya.
Ketiga petitum dimaksud bersifat kontradiktif, sehingga tidaklah mungkin ketiganya diajukan dalam satu kesatuan petitum secara kumulatif, mengingat masing-masing petitum akan menimbulkan konsekuensi hukum yang berbeda.
“Seharusnya petitum angka 3 yang berisi permohonan penetapan suara diajukan secara alternatif dengan petitum permohonan pemungutan suara ulang,” jelasnya.
Oleh karena petitum pemohon bersifat kumulatif dan kontradiktif, maka Mahkamah tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang sebenarnya dimintakan oleh pemohon sebagai dasar untuk menetapkan perolehan suara.
“Dengan demikian, berdasarkan uraian pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, permohonan pemohon berkenaan dengan pengisian anggota DPR di Dapil Aceh 1 adalah tidak jelas atau kabur,” pungkasnya. []