DISTORI.ID – Maraknya dugaan eksploitasi anak di bawah umur di Kota Banda Aceh, ketua DPRK Farid Nyak Umar memanggil sejumlah kepala dinas untuk membahas permasalahan sosial tersebut.
Adapun instansi yang diundang yaitu Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) dan Dinas Satuan Polisi Pamong Praja-Wilayatul Hisbah (Satpol PP-WH) Kota Banda Aceh diterima di ruang kerja Ketua DPRK, Selasa (4/4/23).
Farid Nyak Umar mengatakan, dirinya menerima banyak keluhan dari warga kota, tokoh masyarakat dan beberapa Ormas/OKP terkait menjamurnya anak-anak di bawah umur yang dipekerjakan dengan modus mengais rezeki tersebut.
Dirinya merasa sangat khawatir akhir-akhir ini karena anak-anak dikerahkan untuk berjualan di beberapa persimpangan dan pusat Kota Banda Aceh, bahkan ada yang berjualan keluar masuk kafe hingga larut malam.
“Kita meminta pemerintah kota untuk dapat mengantisipasinya, karena upaya eksploitasi anak ini sangat mengancam masa depan anak. Ini perlu dibongkar. Saya menerima banyak keluhan yang disampaikan oleh warga kota, baik yang menghubungi secara langsung atau disampaikan melalui media sosial,” ujar Farid.
Farid Nyak Umar menyatakan ini merupakan persoalan serius, karena anak di bawah umur dilarang untuk dipekerjakan, bahkan bisa dikenakan sanksi pidana.
“Hal ini diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 pasal 68 tentang ketenagakerjaan, juga diperkuat dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Jadi ini persoalan sangat serius,” kata Farid.
Farid juga meminta Pemko Banda Aceh untuk dapat berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dari Polresta Banda Aceh, sebab eksploitasi anak ini sudah sangat meresahkan. Termasuk melakukan komunikasi dengan instansi terkait di tingkat Propinsi Aceh, sebab sebagian besar anak-anak tersebut diduga berasal dari luar Banda Aceh.
Kepala Satpol PP-WA Kota Banda Aceh, Muhammad Rizal mengatakan terkait dengan penegakan penertiban pihaknya sudah sangat rutin melakukan tindakan penertiban di persimpangan lampu merah dan warkop/kafe yang ada di Banda Aceh.
Hanya saja kata Rizal, setelah dilakukan pengamanan terhadap anak-anak di bawah umur tersebut dan dilakukan pembinaan oleh Dinas Sosial, tidak lama kemudian mereka kembali lagi dipekerjakan oleh orang tua atau pengendali lainnya.
“Kami siap mengamankan, bahkan mereka sudah berulang kali ditertibkan. Awalnya anak-anak itu ada yang menjadi gepeng atau badut, tapi kemudian menjalankan modus berjualan buah potong dan usaha lainnya,” kata Muhammad Rizal.
Kemudian tambah Muhammad Rizal, anak-anak yang dipekerjakan ini hampir seluruhnya bukan berasal dari Banda Aceh melainkan mereka pendatang, kuat dugaan anak-anak tersebut ada yang mengkoordinir untuk berjualan di seputaran lampu merah dan pusat kota.
“Kebanyakan dari mereka mencari celah, agar tidak kita amankan. Karena kalau pengemis atau gepeng sudah pasti kita tertibkan, tapi kemudian mereka beralih dengan cara berjualan agar tidak kita amankan,” ujarnya.
Hal itu juga disampaikan Kepala Dinas Sosial Arie Maula Kafka, menurutnya yang menjadi kendala bagi Dinas Sosial kota untuk melakukan pembinaan terhadap anak-anak di bawah umur ini, karena semua berasal dari luar Kota Banda Aceh. Selama ini mereka hanya ditampung untuk sementara di Rumah Singgah di Lamjabat.
“Namun demikian kami akan berupaya berkoordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi dan Dinas Sosial Aceh besar untuk mencari jalan keluar dari persoalan tersebut, terutama untuk menampung dan melakukan pembinaan kepada anak-anak,” kata Arief Maula.
Sementara Kepala DP3AP2KB, Cut Azharida mengatakan bahwa anggaran yang dimiliki pihaknya untuk menangani persoalan tersebut sangat terbatas, yang ada dari alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) tapi peruntukannya hanya untuk mereka yang bermasalah dengan hukum atau korban kekerasan baik perempuan maupun anak.
“Tapi kalau melihat kasus eksploitasi anak ini pada umumnya mereka dari luar kota Banda Aceh, maka kami juga akan melakukan komunikasi dengan UPTD Perlindungan Perempuan Anak (PPA) tingkat provinsi dan Unit PPA Polresta Banda Aceh,” kata Cut Azharida.
Cut Azharida menambahkan akhir-akhir ini persoalan ini semakin marak di Banda Aceh, dan untuk penanganannya juga harus dibicarakan lintas sektor dengan pemerintah kabupaten asal anak-anak tersebut.
“Kita perlu bicarakan juga dengan kabupaten tetangga dengan melibatkan berbagai pihak agar eksploitasi anak di bawah umur ini tidak berlanjut,” ujarnya.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut Sekretaris DPRK Banda Aceh, Tharmizi, Kabag Administrasi Umum dan Keuangan, Muslim, Kabag Humas dan Persidangan, Yus Nardi serta Kabag Anggaran Sekretariat DPRK, Maulidar. Hadir juga Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak DP3AP2KB, Risda Zuraida, serta Kabid Trantibum Satpol PP-WH kota, Zakwan. []