HUKUM

42 Penghuni Ruko Marinatama Ajukan Gugatan ke PTUN Jakarta, Minta Menhan Jadi Mediator Sengketa dengan Inkopal

DISTORI.ID – Sebanyak 42 penghuni Ruko Marinatama di kawasan Mangga Dua, Jakarta Utara, menggugat Induk Koperasi Angkatan Laut (Inkopal) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur.

Gugatan itu dilayangkan sebagai bentuk protes terhadap penerbitan sertifikat hak pakai atas lahan yang mereka tempati, yang dinilai tidak sah dan bertentangan dengan prosedur hukum pertanahan.

Subali, S.H., kuasa hukum para penghuni, menyatakan bahwa sejak awal pembangunan kompleks Marinatama pada akhir 1990-an, para pembeli dijanjikan akan memperoleh Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Namun, kenyataan yang muncul lebih dari dua dekade kemudian justru sertifikat hak pakai atas nama pihak lain.

“Ini bukan sekadar soal administrasi, tapi menyangkut hak warga yang telah menempati dan merawat bangunan selama puluhan tahun,” ujar Subali usai sidang kelima yang digelar Selasa, 12 November 2025.

Sidang tersebut ditunda untuk memberi waktu kepada kedua belah pihak melengkapi dokumen tambahan. Majelis hakim menekankan pentingnya pembuktian yang akurat dan profesional, termasuk melalui saksi dan ahli hukum pertanahan.

Pihak penggugat berencana menghadirkan saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia untuk menjelaskan prosedur konversi tanah negara yang semestinya dilakukan sebelum penerbitan hak atas tanah.

Menurut Subali, tanah negara seharusnya terlebih dahulu dikonversi menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama Kementerian Pertahanan, sebelum dapat dilekati Hak Guna Bangunan.

“Dalam kasus ini, tanah langsung diterbitkan sebagai Hak Pakai. Ini yang kami anggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip hukum agraria,” katanya.

Di tengah proses hukum yang masih berlangsung, para penghuni ruko mengaku menerima surat peringatan untuk mengosongkan bangunan dari pihak Inkopal. Beberapa di antaranya juga melaporkan adanya intimidasi dari orang tak dikenal setelah mengikuti persidangan.

Subali menilai tindakan tersebut sebagai bentuk tekanan yang tidak seharusnya terjadi dalam proses hukum.

“Pengosongan tidak bisa dilakukan sebelum ada putusan hukum yang berkekuatan tetap,” tegasnya.

Sebagai upaya penyelesaian secara damai, para warga telah mengirimkan surat resmi kepada Menteri Pertahanan Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin pada 29 Oktober 2025. Dalam surat tersebut, mereka meminta agar Kementerian Pertahanan bersedia menjadi mediator antara warga dan Inkopal.

Surat itu juga ditembuskan kepada Majelis Hakim dan Panitera PTUN Jakarta, serta ditandatangani oleh seluruh 42 warga dan perwakilan badan hukum penghuni ruko.

“Kami percaya bahwa TNI adalah bagian dari rakyat, dan rakyat harus dilindungi oleh TNI. Kami berharap Menteri Pertahanan membuka ruang dialog demi penyelesaian yang adil,” ujar Subali.

Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Kementerian Pertahanan atas permohonan tersebut.

Kompleks Ruko Marinatama dibangun sebagai kawasan perdagangan dan perkantoran di bawah koordinasi Inkopal. Para penghuni membeli unit dengan harapan memperoleh hak kepemilikan berupa SHGB. Namun, sertifikat yang dijanjikan tak kunjung terbit, dan lahan justru terdaftar sebagai Hak Pakai atas nama pihak lain.

Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari pihak penggugat. Para warga berharap proses hukum di PTUN Jakarta dapat menjadi jalan penyelesaian yang adil, transparan, dan bebas dari tekanan. []

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Back to top button