NEWSPOLITIK

Partai Ummat DIY Bubar dan Bakar Kartu Tanda Anggota

DISTORI.ID – Sejumlah pengurus Partai Ummat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melakukan aksi buang kartu tanda anggota (KTA) sebagai simbol pembubaran diri seluruh struktural partai di DIY.

Aksi buang KTA ini dilakukan pada Senin 2 Juni 2025 siang, sebagai bentuk ketidakpuasan kepada pengurus partai tingkat pusat.

Aksi buang KTA sebagai simbol pembubaran diri kepengurusan Partai Ummat di wilayah DIY.

Menurut eks Sekretaris Partai Ummat DIY, Iriawan Argo Widodo, pembubaran diri itu akibat adanya ketidakpuasannya terhadap pengurus di tingkat pusat.

Ketidakpuasan tersebut berawal saat 16 Februari 2025 lalu, yakni majelis syura partai menerbitkan keputusan yang menyatakan pengurus di seluruh Indonesia didemisionerkan.

Keputusan itu juga mengangkat kembali Ridho Rahmadi (menantu Amien Rais) sebagai ketua umum.

“Jadi, pada saat itu, seluruh kepengurusan, menurut keputusan tersebut, kosong. Ketika itu, saya masih Sekretaris DPW, meskipun sana memberhentikan, tapi kan belum sah,” ungkap Argo, dikutip dari Kompat TV, Senin (2/6/2025).

Iriawan menuturkan, pihaknya bersama beberapa DPW partai dari provinsi lain telah menempuh berbagai upaya untuk memperbaiki kondisi internal.

Namun, pada 7 Mei 2025 Kementerian Hukum mengesahkan anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) baru, dan menyerahkan ke DPP pada 15 Mei 2025.

“Sehingga, hari ini kami resmi membubarkan diri. Karena sudah tidak ada harapan untuk memperbaiki. Kami hanya ingin ada pergantian ketua umum, dengan AD/ART yang bagus,” ungkapnya.

Ia mengklaim jumlah pengurus Partai Ummat di DIY yang mengundurkan diri hampir 500 orang. Mereka berasal dari tingkat provinsi hingga kelurahan.

“Secara keseluruhan ada hampir 500 pengurus struktural Partai Ummat di DIY, dari tingkat provinsi, kota/kabupaten, kecamatan, dan kelurahan, semua membubarkan diri,” tuturnya.

Mantan Ketua DPP Partai Ummat, Nazaruddin menilai, keputusan majelis syura yang membubarkan seluruh pengurus di daerah merupakan langkah ngawur.

Ia menduga keputusan itu merupakan akal-akalan agar ketua umum lama bisa kembali menjabat, tanpa harus melewati mekanisme laporan pertanggungjawaban.

Baca Juga: Partai Ummat Sambut Penghapusan Presidential Threshold: Cahaya Demokrasi Kembali di Era Prabowo

“Baik itu pertanggungjawaban keuangan, maupun politik. Padahal di AD/ART lama, atau yang baru mereka bikin, majelis syura tidak punya kewenangan untuk itu,” ungkapnya.

Menurut Nazaruddin, sekitar 20 pengurus DPW provinsi lain juga menolak keputusan majelis syura.

Di antaranya Jakarta, Jawa Barat, Banten, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Palua Tengah, dan lain-lain.

“Maka sekarang kepengurusan yang eksis tinggal Ketua Umum, yang kemudian menunjuk Plt Sekjen, dan itu ngawur lagi. Nanti di daerah yang dipilih juga pasti sak kecekele (sedapatnya),” tutupnya.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Back to top button