DISTORI.ID – Hingga saat ini banyak kalangan masyarakat yang menganggap bahwa penyakit difteri mirip dengan gondoan, sebab kedua penyakit ini memiliki ciri khas bengkak dan ruang di bagian leher. Meski sama-sama bisa tertular lewat udara, penyakit ini memiliki perbedaan yang signifikan.
Gondoan merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi biasanya menyerang kelenjar parotis (kelenjar yang memproduksi air liur) sehingga memicu pembengkakan. Gejala umum saat seseorang mengalami gondongan adalah pembengkakan pada pipi dan rahang.
Kelenjar parotis, yang terletak di bawah telinga, berfungsi untuk memproduksi air liur. Gondongan terjadi ketika kelenjar parotis mengalami peradangan akibat infeksi virus dari golongan paramyxovirus. Virus tersebut dapat dengan mudah menyebar ke orang lain melalui percikan ludah atau air liur yang keluar mulut atau hidung.
Sedangkan difteri penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini memproduksi racun yang dapat merusak jaringan tubuh dan menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa.
Pada kasus ini penyebarannya terjadi melalui kontak dengan droplet pernapasan dari orang yang terinfeksi, misalnya saat batuk atau bersin. Bakteri juga dapat menyebar melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi droplet pernapasan, misalnya mainan atau peralatan makan.
Gejala difteri biasanya muncul dalam 2-5 hari setelah terpapar bakteri. Gejala awal yang paling umum adalah sakit tenggorokan, demam, dan kelelahan. Kemudian, pasien akan mengalami nyeri saat menelan, suara serak, leleran hidung, batuk, sakit kepala, otot kaku, gangguan pernapasan.
“Selain nyeri biasanya di leher pasien ada pembengkakan yang hampir menyerupai gondoan dan bagian mulut kabut putih yang hampir menutupi seluruh rongga mulut sehingga sulit bernafas,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Aceh dr Iman Murahman, Rabu (29/11/2023).
Iman menjelaskan, selain membuat pasien susah bernafas selaput putih yang ada dirongga mulut pasien ini juga akan sulit hilang jika pun kita berusaha untuk menekan dan mengikisnya hal ini tidak bisa juga ditanggulangi.
“Jika pada bayi tidak terlalu kelihatan ciri ini, namun pada anak usia tiga tahun itu bisa terlihat. Dan kebanyakan kasus pada bayi ini meninggal karena tidak terlihat jelas cirinya,” tambahnya.
Jika sudah terserang penyakit ini, Iman menyebutkan akan terjadi komplikasi yang serius seperti Peradangan jantung (miokarditis), peradangan selaput otak (meningitis), peradangan saraf (neuritis), peradangan otot (miosites) hingga gagal ginjal.
“Difteri diobati dengan antibiotik, biasanya penisilin atau eritromisin. Antibiotik diberikan untuk membunuh bakteri dan mencegah penyebaran infeksi,” terang Iman.
Selain memberikan antibiotik, pasien difteri juga perlu dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan dukungan pernapasan dan pengobatan komplikasi jika terjadi. “Tapi sebelum anak kita terserang difteri bagusnya diberi pencegahan dengan pemberian imunisasi lengkap,” tutup Iman. []