DISTORI.ID – Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya resmi memperketat aturan administrasi pertanahan di tingkat gampong untuk mencegah konflik lahan yang dinilai masih sering terjadi.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Bupati Aceh Jaya tanggal 30 November 2025 yang ditujukan kepada seluruh Pejabat Pembuat Akta Tanah/Sementara (PPAT/S) dan para keuchik.
Kebijakan baru ini merupakan tindak lanjut dari arahan sebelumnya pada Agustus 2025 yang menekankan perlunya penguatan kepastian hukum dalam setiap proses penguasaan dan peralihan hak atas tanah.
Pemerintah menilai bahwa ketidakteraturan administrasi di tingkat desa masih menjadi salah satu pemicu sengketa tanah di sejumlah wilayah.
Dalam surat tersebut, pemerintah menegaskan bahwa Surat Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) wajib diketahui keuchik dan Ketua Tuha Peut, serta disaksikan sedikitnya lima saksi untuk tanah pemukiman dan tujuh saksi bagi tanah di luar kawasan pemukiman.
Sporadik juga hanya dapat diterbitkan untuk tanah yang telah digarap selama minimal 20 tahun apabila tidak tersedia dokumen pendukung lainnya.
Pemerintah juga memperkuat aturan terkait saksi. Untuk objek tanah yang berada di luar wilayah pemukiman atau sawah produktif, saksi wajib mencakup Ketua Neubong/Pawang Uteun dan/atau Imum Mukim.
Penegasan ini dimaksudkan sebagai bagian dari penguatan peran lembaga adat dalam tata kelola pertanahan di Aceh sebuah praktik yang dinilai penting untuk menghindari klaim sepihak dan menjaga legitimasi adat dalam proses verifikasi tanah.
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya memasukkan tiga poin penting yang ditegaskan kembali kepada seluruh keuchik:
Pertama, keuchik tidak dibenarkan mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) dalam bentuk apa pun.
Pemerintah menilai SKT tidak dikenal dalam sistem administrasi pertanahan dan berpotensi menimbulkan sengketa karena tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sah.
Kedua, keuchik dilarang menerbitkan surat jual beli tanah. Proses peralihan hak atas tanah hanya dapat dibuat oleh PPAT/S melalui Akta Jual Beli (AJB) sesuai ketentuan perundang-undangan.
Larangan ini diberlakukan untuk menghilangkan praktik administrasi ganda yang sering berujung pada tumpang tindih kepemilikan.
Ketiga, penguatan saksi adat wajib diberlakukan pada tanah yang berada di luar kawasan pemukiman.
Kehadiran Pawang Uteun, Ketua Neubong, atau Imum Mukim dianggap sebagai instrumen penting untuk memastikan legalitas dan pengakuan adat atas objek tanah yang dimohonkan.
Pemerintah juga kembali mengingatkan bahwa PPAT/S yang akan menerbitkan akta tanah wajib mengajukan permohonan pengukuran ke Kantor Pertanahan Aceh Jaya dan memverifikasi keabsahan dokumen Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Sementara untuk tanah bersertifikat, PPAT/S diwajibkan mengajukan layanan pengecekan sertifikat (cek bersih) sebelum akta dibuat.
Bupati Safwandi menekankan bahwa seluruh aturan ini harus dipatuhi sebagai langkah serius dalam penegakan tertib administrasi pertanahan.
Ia menyebut kepastian hukum di bidang pertanahan menjadi bagian penting dalam menjaga stabilitas sosial dan mendukung percepatan pembangunan di Aceh Jaya. []
Reporter: Zahlul Akbar






