DISTORI.ID– Setelah hampir lima dekade sejak menciptakan lagu legendaris Lilin-Lilin Kecil yang dipopulerkan oleh Chrisye pada 1977, komponis dan produser musik Indonesia James F. Sundah kembali hadir dengan karya monumental bertajuk Seribu Tahun Cahaya.
Lagu ini bukan hanya menandai kembalinya sang maestro ke panggung musik, tetapi juga menjadi simbol cinta, dedikasi, dan perjuangan panjang dalam menjaga integritas industri musik.
Dirilis secara serentak dalam tiga bahasa, yaitu Indonesia, Inggris, dan Jepang, dan dari tiga benua berbeda (Asia, Amerika, dan Eropa), lagu ini juga mencetak rekor MURI untuk “Penerbitan Serentak Single Tiga Bahasa dari Tiga Benua, dengan Peran Terbanyak Berhak atas Hak Ekonomi Hak Cipta Karya Lagu”.
Single Seribu Tahun Cahaya merupakan persembahan pribadi James untuk sang istri, Lia Sundah Suntoso, yang menjadi sumber inspirasi utama lagu ini.
James mengaku telah menulis lagu ini sejak dua dekade lalu, namun baru dirilis setelah melewati masa-masa sulit, termasuk saat dirinya dirawat karena kondisi kritis akibat kanker.
“Setelah istri dan anak saya merawat saya dengan penuh kesabaran, saya merasa harus segera merilis lagu ini sebagai ungkapan syukur,” ujar James.
Lagu ini mengusung genre Pop/EDM dan diproduksi secara independen oleh James di New York, lalu didaftarkan di US Copyright Office.
Keputusan ini diambil karena James merasa sistem hak cipta di Indonesia belum mampu memberikan perlindungan yang adil bagi para pelaku kreatif.
Dalam proses produksinya, James tidak hanya bertindak sebagai pencipta lagu, tetapi juga sebagai arranger, musisi, produser eksekutif, sound engineer, hingga videographer. Ia ingin menegaskan bahwa setiap peran dalam proses kreatif berhak atas pengakuan dan kompensasi ekonomi yang setara.
Perjalanan panjang lagu ini juga melibatkan dua penyanyi berbakat dari generasi berbeda. Meilody Indreswari, juara Bintang Radio RRI 2007, menjadi penyanyi pertama yang merekam lagu ini dalam lima bahasa sebagai guide vocal, termasuk versi Jepang.
Ia mengenang proses rekaman yang penuh tantangan, terutama dalam pelafalan bahasa asing yang harus diperiksa langsung oleh native speaker.
“Saya ikut merasakan pesan lagunya: penantian panjang yang akhirnya terjawab bahagia,” ucap Meilody.
Sementara itu, Claudia Emmanuela Santoso, pemenang The Voice of Germany 2019, dipercaya membawakan versi bahasa Indonesia dan Inggris. Claudia mengaku merinding saat pertama kali mendengar lagu ini.
“Sudah lama tidak ada lagu seperti ini. Liriknya dalam, melodinya puitis, dan penuh rasa,” ujarnya.
James pun menambahkan sentuhan khas pada tiap versi: angklung dan kolintang untuk versi Indonesia, koto dan shakuhachi untuk versi Jepang, serta nuansa “outer space” melalui synthesizer untuk versi Inggris.
Lebih dari sekadar lagu cinta, Seribu Tahun Cahaya adalah karya yang membawa pesan edukatif tentang pentingnya keadilan dalam industri musik. James menyoroti bagaimana banyak peran kreatif sering kali diabaikan dalam kontrak yang tidak adil.
Ia berharap karya ini menjadi pengingat akan pentingnya transparansi hak ekonomi di era digital, di mana semua data pendapatan sebenarnya sudah tercatat dengan jelas.
“Semua pihak dalam industri musik Indonesia punya tanggung jawab, hak, dan kewajiban untuk menjaga agar sistem ini berjalan adil dan berkelanjutan,” tuturnya.
Saat ini lagu Seribu Tahun Cahaya telah tersedia di berbagai platform musik digital, dan video musik resminya dapat disaksikan melalui saluran YouTube James F. Sundah. []






