DISTORI.ID – Harga jual batu bara kalori 3.400 GAR di Aceh terus merosot hingga mencapai angka kritis, yakni USD 30,07 per ton pada Jumat, 17 Januari 2025. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan rata-rata Indonesian Coal Index (ICI) yang dirilis Argus/Coalindo pada Desember 2024 sebesar USD 31,41 per ton.
Kondisi ini menjadi perhatian serius karena harga jual saat ini hampir setara dengan beban operasional perusahaan tambang di Aceh.
Akademisi Tambang Universitas Syiah Kuala (USK), Ir. Pocut Nurul Alam, menyebut situasi ini sebagai “alarm keras” bagi industri tambang di Aceh.
“Harga batu bara di bawah USD 31 per ton bagi kalori rendah seperti 3.400 GAR menciptakan tekanan berat, terutama bagi perusahaan-perusahaan kecil. Jika terus dibiarkan, banyak tambang terancam berhenti operasi,” ungkapnya.
Penurunan permintaan batu bara di pasar global, terutama dari China dan India yang meningkatkan produksi domestik, turut menekan harga. Hal ini sangat memengaruhi tambang-tambang kecil di Aceh yang sangat bergantung pada ekspor.
Selain itu perusahaan di Aceh juga menghadapi kendala efisiensi. Salah satu hambatannya adalah tingginya stripping ratio. Stripping ratio yang tinggi menyebabkan biaya operasional tidak mudah untuk ditekan. Mengurangi stripping ratio memerlukan investasi besar pada peralatan dan teknologi, yang sulit dilakukan di tengah situasi harga yang terus menurun.
Misalnya jika kita ambil contoh awal sebelumnya striping rationya 4:1 artinya untuk mendapatkan 1 ton batubara harus mengupas tanah penutup (overburden) sebanyak 4 M3 (kubik) dan jika striping rationya meningkat menjadi 5:1 maka untuk dapat 1 ton batubara harus mengupas overburden 5 M3 yang berakibat naiknya cost produksi.
Kenaikan PPN menjadi 12% juga dapat berdampak langsung pada cost operasional tambang, baik dalam hal biaya langsung maupun tidak langsung. Seperti halnya Pembelian Barang & Jasa, Sewa Alat Berat dan Infrastruktur, hingga Peningkatan Harga Dari Vendor Perusahaan.
“Kenaikan PPN juga dapat memengaruhi arus kas perusahaan, karena meskipun PPN bisa dikreditkan (Input Tax), pembayaran di awal untuk barang dan jasa akan lebih tinggi, Jika harga jual batubara turun dan tidak menyesuaikan dengan kenaikan biaya akibat PPN, margin keuntungan perusahaan bisa tidak ada sama sekali,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ia menambahkan bahwa salah satu langkah yang harus segera diambil oleh pemerintah daerah adalah memastikan adanya kebijakan insentif bagi pelaku usaha tambang. “Diperlukan dukungan kebijakan atau subsidi tertentu untuk meringankan beban operasional, bukan malah mempersulit dengan kebijakan-kebijakan yang menekan beban operasional perusahaan,” ujarnya.
Kondisi saat ini jelas mengindikasikan bahwa industri tambang Aceh membutuhkan langkah cepat dan strategis untuk bertahan di tengah penurunan harga yang terus terjadi. Baik pemerintah daerah maupun pelaku usaha perlu bersinergi guna menyelamatkan industri yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Aceh. []