DISTORI.ID – Dua guru SMA Negeri 1 Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, dipecat dengan tidak hormat l setelah Mahkamah Agung (MA) menyatakan mereka bersalah karena memungut dana Rp20 ribu dari orang tua murid untuk urunan membantu pembayaran gaji 10 guru honorer.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara, Ismaruddin menyebutkan kedua guru tersebut adalah Rasnal dan Abdul Muis.
Rasnal dipecat melalui surat keputusan Gubernur Sulsel tertanggal 21 Agustus 2025, sementara Abdul Muis diberhentikan per 4 Oktober 2025.
“Keduanya dinyatakan PTDH oleh Gubernur Sulsel,” kata Ismaruddin dalam keterangannya yang diterima Liputan6.com, Selasa (11/11/2025).
Menurut Ismaruddin, pemberhentian dua guru ini bermula dari surat usulan UPT Dinas Pendidikan Sulsel di Luwu Utara kepada Gubernur Sulsel.
Surat itu menindaklanjuti putusan kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan keduanya bersalah.
PGRI Luwu Utara menilai, ada yang tidak semestinya dalam proses PTDH Rasnal dan Abdul Muis. Apalagi, dalam amar putusannya, MA tidak memerintahkan pemecatan terhadap kedua guru tersebut.
“Ada something wrong di sini, tentu saja mengusik rasa keadilan dan kemanusiaan kita semua,” ujar Ismaruddin.
Ismaruddin pun memastikan bahwa PGRI Luwu Utara bersama kedua guru tersebut akan mengajukan grasi atau meminta pengampunan kepada Presiden Prabowo Subianto, dengan alasan kemanusiaan.
“Kita memohon kepada Bapak Presiden Prabowo agar memberikan grasi kepada saudara Rasnal dan Abdul Muis, sehingga dikembalikan hak dan martabatnya sebagai ASN guru,” harap Ismaruddin.
Kasus ini berawal pada tahun 2018, saat Rasnal yang kala itu menjabat sebagai Kepala SMAN 1 Luwu Utara ingin membantu 10 guru honorer yang belum menerima gaji selama 10 bulan lamanya.
Rasnal bersama Abdul Muis kemudian mengusulkan kepada Komite Sekolah agar orang tua murid secara sukarela memberikan sumbangan. Usulan ini kemudian disetujui oleh pihak komite sekolah.
Hal tersebut dibenarkan oleh Supri Balantja, mantan anggota Komite SMAN 1 Luwu Utara. Dia bahkan menyebut bahwa kala itu seluruh orang tua murid sepakat tanpa paksaan untuk urunan.
“Bahkan wali murid sendiri yang mengusulkan agar sumbangan Rp20 ribu digenapkan dari sebelumnya Rp17 ribu,” tutur Supri di Masamba.
Belakangan, Rasnal dan Abdul Muis dilaporkan ke Polres Luwu Utara oleh salah satu LSM atas dugaan tindak pidana korupsi. Polisi lalu melakukan proses penyelidikan hingga penyidikan hingga penetapan tersangka.
Supri menyebut, berkas perkara mereka beberapa kali dikembalikan oleh jaksa karena tidak cukup bukti untuk dikategorikan sebagai gratifikasi atau korupsi.
Ia menjelaskan, penyidik Polres Luwu Utara mendasarkan penetapan tersangka pada hasil audit Inspektorat Luwu Utara, padahal kewenangan audit sekolah menengah atas berada di Inspektorat Provinsi.
“Polisi saat itu meminta kepada pengawas daerah di sini, yang tidak berwenang, dan menyatakan ada indikasi kerugian negara. Loh, di mana kerugian negaranya, sementara ini uang orangtua murid?” beber Supri.
Dua Guru Dibebaskan dari Segala Tuduhan
Seiring berjalannya waktu, perkara ini kemudian disidangkan di Pengadilan Tipikor Makassar. Pada 15 Desember 2022, majelis hakim menyatakan Rasnal dan Abdul Muis tidak bersalah, serta membebaskan keduanya dari segala tuntutan.
Mengutip laman Direktori Putusan MA, perkara tersebut teregister dengan nomor 56/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mks untuk Rasnal dan 57/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mks untuk Abdul Muis.
Namun, jaksa Kejari Luwu Utara mengajukan kasasi. Hasilnya, Mahkamah Agung membatalkan putusan bebas dan menghukum keduanya 1 tahun penjara melalui putusan nomor 4999 K/Pid.Sus/2023 tertanggal 23 Oktober 2023.
Bagi Supri, hukuman terhadap Rasnal dan Abdul Muis tidak sepatutnya dijatuhkan, karena persoalan itu merupakan kesepakatan antara komite sekolah dan orangtua murid.
“Yang jelas ini sangat menyayat hati, karena perbuatan komite dengan orangtua, bukan Pak Rasnal dan Abdul Muis. Ini tidak adil. Kalau ini gratifikasi, seharusnya semua yang memberikan itu dipenjara semua,” ujarnya.
Supri juga menyesalkan pemecatan keduanya menjelang masa pensiun. “Pak Rasnal tinggal dua tahun pensiun, Pak Muis tinggal delapan bulan pensiun tapi diberhentikan,” imbuhnya.
Singgung Gubernur Sulsel
Ia berharap Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman menunjukkan empati sebelum menandatangani surat pemberhentian.
“Saya tidak menyalahkan gubernur melakukan PTDH karena memang itu regulasi, tapi semestinya gubernur bijak dan berempati pada guru. Mestinya mempertanyakan kepada stafnya, korupsinya kayak apa ini? Kalau dana BOS, iya (pecat),” ucapnya.
Supri menegaskan, kasus ini menjadi pelajaran bahwa negara gagal membiayai pendidikan hingga mengorbankan guru.
“Ini pembelajaran bagi kita semua bahwa ada kegagalan negara dalam membiayai pendidikan yang menyebabkan hak seorang guru, kehormatan seorang guru, kasarnya itu diinjak-injak, dianiaya, dan dilegalkan melalui putusan pengadilan,” tandasnya. []






