DISTORI.ID – Abu Syaikh H. Hasanoel Bashry HG atau yang dikenal dengan Abu MUDI menjadi narasumber pada Mubahatsah Ulama Aceh Barat (MUDAB) Akbar yang ke-3, dengan tema Cara Fasakh Nikah Bagi Orang yang Nikah Siri (Qadhi Liar), pada Sabtu 23 Agustus 2025, di Dayah Ruhul Qur’ani Meulaboh, Aceh Barat.
Abu MUDI didampingi oleh Tgk. H. Muhammad Amin Daud atau yang dikenal dengan Ayah Cot Trueng yang membacakan makalah ilmiyah dengan judul, “Hukum Nikah Siri; Konsekuensi dan Solusinya.”
Agenda MUDAB Akbar ini setiap tahunnya dirangkaikan dengan agenda Istighatsah Kubra Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI), yang tahun ini diperingati yang ke-80.
Doa untuk para syuhada, para pejuang kemerdekaan, serta doa untuk kebaikan bangsa dan negara di hari ulang tahun kemerdekaan ini diisi oleh Ketua MPU Aceh Barat Tgk. H. Mahdi Kari Usman, S.Pd.I.
Dalam sambutannya, Bupati Aceh Barat Tarmizi, mengapresiasi kegiatan MUDAB Akbar ini.
Dulu pada MUDAB Akbar yang ke-2 di Dayah Serambi Aceh, mengangkat tema I’adah Zuhur Setelah Jumat, yang diisi oleh almarhum Tu Sop.
“Setelah MUDAB ini, saat ini alhamdulillah sudah ada i’adah shalat Zuhur setelah Jumat di masjid agung. Walau ada tantangan, namun kami selaku pemerintah senantiasa sami’na wa atha’na kepada para ulama,”ujarnya.
Tarmizi juga menyampaikan bahwa pilkada yang lalu menjadi momentum bersatunya para ulama serta bersatunya ulama dengan umara. Dengan persatuan ini, diharapkan Aceh Barat mampu menghadapi berbagai macam tantangan seperti aliran sesat, narkoba, judi online dan lainnya.
“Kami mohon doa dari para ulama untuk para pemimpin, semoga istiqamah. Karena dalam menjalani kepemerintahan, banyak tantangan dan ancaman yang kami hadapi. Sejauh ini, alhamdulillah Allah mudahkan kami melalui berbagai marabahaya, adalah karena doa dari para ulama,” ujar Tarmizi.
Sementara itu, dalam sambutan ketua MUDAB Aceh Barat, Tgk. H. Muhammad Arifin Idris atau yang lebih dikenal dengan Abu Cek Arifin mengatakan, “Masalah fasakh pada nikah siri ini kita bahas karena sering terjadi di Aceh secara khusus dan di Indonesia secara umum. Fenomena nikah siri ini telah menimbulkan banyak masalah di masyarakat, mulai dari hak istri dari suami, hak anak, hingga masalah cara fasakh pada nikah.”
Terkait pemateri, Abu Cek Arifin mengatakan, dalam MUDAB Akbar ini pihaknya mengundang pemateri di kalangan ulama terkemuka di Aceh, ulama sepuh, ulama karismatik, sehingga Dewan Nasihin MUDAB, HUDA Aceh Barat dan MPU Aceh Barat, semua merekomendasikan untuk mengundang Abu MUDI sebagai nasaumber.
“Alhamdulillah Abu bersedia,”ucapnya dengan raut wajah senang.
Adapun tentang waktu pelaksanaan MUDAB, Abu Cek menjelaskan, “MUDAB Akbar ini kita adakan setahun sekali pada bulan Agustus, yang dirangkai dengan doa bersama memperingati HUT RI.
Sementara MUDAB reguler, kami adakan sebulan sekali, pada tempat yang berbeda-beda, sesuai dengan arahan Dewan Nashihin MUDAB.”
Abu Cek Arifin juga mengucapkan terimakasih banyak kepada pemerintah daerah Aceh Barat yang telah mendukung kelancaran kegiatan MUDAB.
Terima kasih juga Abu Cek Airifn ucapkan kepada Dayah Ruhul Qur’ani (RQ), terkhusus Pendiri Dayah RQ sekaligus Pembina Yayasan Tibers Meulaboh yaitu Dr. (H.C) H. T. Alaidinsyah atau Abah Haji, dan juga pimpinan Dayah RQ Ust. H. Kamil Syafruddin, Lc. yang telah menyediakan tempat untuk MUDAB yang ketiga serta berbagai dukungan lainnya. Terimakasih juga beliau ucapkan kepada seluruh panitia yang telah turut menyukseskan acara MUDAB Akbar ini.
Kesimpulan Hasil MUDAB
Setelah pembacaan makalah oleh Ayah Cot Trueng, dan tanya jawab bersama Abu MUDI, maka pada sesi terakhir ada agenda pengambilan kesimpulan hasil MUDAB oleh Abu H. Mahmuddin Usman, atau yang dikenal dengan Abu Serambi Aceh, selaku ketua Dewan Nasihin MUDAB.
Abu Serambi menyampaikan, “Nikah siri adalah nikah yang tidak tercatat di KUA. Nikah siri ini ada yang sah secara fiqih dan ada yang tidak. Nikah siri yang tidak sah adalah jika wali nasab tidak mewakilahkan akad kepada Qadhi liar. Nikah siri ini wajib dihindari, karena tidak sah.
Ada pun nikah siri yang sah adalah jika akad dilakukan oleh wali nasab dan pernikahannya dilakukan oleh muhakkam yang mujtahid, atau muhakkam-nya seorang muqallid yang ‘alim dalam bab nikah.
“Namun walaupun sah, tetap hendaknya dihindari, karena menimbulkan banyak masalah, terutama bagi sang istri dan anak-anak,”bebernya.
Abu Serambi menambahkan, Jika ada yang menikah siri yang sah secara fiqih ingin melakukan fasakh, maka hendaknya melakukan itsbat nikah di Mahkamah Syar’iyyah.
“Setelah itu, pergi ke KUA untuk dicatat pernikahannya dan mendapat buku nikah. Setelah itu, barulah sang istri bisa menfasakh nikahnya,”jelsnya.
Kesimpulan hasil MUDAB ini akan dirumuskan kembali secara lebih rinci oleh Tim Perumus hasil MUDAB, kemudian dituangkan dalam bentuk buku.
Buku hasil MUDAB ini akan dibagikan kepada tokoh-tokoh agama di Aceh Barat dan disebarluaskan kepada masyarakat. []