DISTORI.ID – Banyak wanita di Nigeria memiliki bekas luka di dada yang berdampak jangka panjang pada kesehatan mereka. Bekas luka ini didapat dari tradisi menyetrika payudara. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan penyetrikaan payudara mempengaruhi sekitar 3,8 juta wanita di Afrika dan merupakan satu dari lima kejahatan terkait kekerasan berbasis gender yang jarang dilaporkan di dunia.
Sekitar 25 hingga 50 persen anak perempuan di negara-negara seperti Kamerun dan bagian-bagian tertentu Nigeria terkena dampak praktik tersebut.
Adapun tradisi menyetrika payudara dilakukan dengan dalih mencegah kekerasan seksual di kalangan remaja. Perempuan Nigeria dan negara Afrika lain kerap mengalaminya saat pubertas: ditahan perempuan dewasa kemudian dikempa besi panas di bagian dada.
Masyarakat yang melestarikan tradisi ini beranggapan, payudara remaja yang disetrika akan menjadi rata sehingga tidak menarik perhatian laki-laki. Kemudian perempuan itu diharapkan tidak akan diperkosa, dilecehkan, hingga mengalami penculikan, dan pernikahan paksa bagi anak di bawah umur.
Namun, badan kesehatan dan kelompok hak asasi mengatakan itu adalah bentuk mutilasi fisik yang membahayakan kesejahteraan sosial dan psikologis anak dan berkontribusi terhadap angka putus sekolah di kalangan anak perempuan yang mengalaminya.
“Setrika payudara, atau “perataan payudara”, adalah praktik budaya saat payudara gadis-gadis muda disetrika atau dipukul-pukul dengan benda-benda kasar atau panas untuk menunda perkembangannya atau menyamarkan permulaan pubertas,” menurut Organisasi Kesehatan Afrika, dikutip dari Al Jazeera.
Sejumlah aktivis dan organisasi di Nigeria sejak lama telah mengampanyekan bahaya praktik menyetrika payudara. Namun, tak jarang ada masyarakat yang menolak dan menuduh kampanye tersebut mendorong hubungan intim di kalangan remaja.
Tradisi ini bahkan dialami oleh seorang wanita bernama Elizbath John (27), warga di perkampungan Gbagyi, Abuja. Ia mengaku mengalami masalah kesehatan permanen dan trauma seumur hidup setelah payudaranya disetrika. Payudara John disetrika sehari setelah ia berulang tahun ke-10, saat masih tinggal bersama orang tuanya di selatan Nigeria.
John masih mengingat bagaimana ia dipegangi tiga perempuan dewasa, lalu ibunya menekankan alu membara ke payudaranya yang sedang tumbuh. Sang ibu tetap menekankan alu tersebut kendati anaknya berteriak kesakitan.
Kata John, hidupnya berubah untuk selamanya usai tindakan itu ditempuh sang ibu demi melindunginya dari kekerasan seksual. John masih merasakan sakit hingga bertahun-tahun usai payudaranya disetrika.
“Sebelum menikah, saya sering membeli obat penahan rasa sakit untuk sakit payudara, tetapi itu memburuk setelah pernikahan, saat saya berusaha menyusui anak saya,” katanya.
Tradisi menyetrika payudara membuat payudara John tumbuh tidak proporsional. Otot-otot payudaranya pun lemah dan kendor hingga hari ini.
Dampak tersebut membuat John kesulitan menyusui anaknya. Kemiskinan membuat John dan suaminya tidak bisa menebus perawatan atau membeli susu formula. Anak John kemudian meninggal dunia pada usia empat bulan. (detikcom)