Sedangkan modus yang paling sering ditemukan adalah para pedagang satwa memanfaatkan teknologi jual beli secara online dan memajang satwa pada forum-forum komunitas pecinta satwa.
Pada saat bertransaksi para pedagang menggunakan jasa rekening bersama (rekber) untuk mengelabui aparat.
“Keamanan di wilayah laut kita dinilai masih rentan dengan perdagangan satwa. Para pelaku masih dengan mudah mengelabui aparat keamanan laut untuk menyelundupkan satwa,” kata Prayugo.
Wildlife Justice Commisions mencatat, perdagangan satwa menjadi kejahatan global paling menguntungkan keempat saat ini. Setelah perdagangan narkoba, manusia, dan senjata api. Artinya kejahatan satwa menjadi extraordinary crime jika ditilik dari berbagai aspek.
“Dalam investigasi yang pernah kami lakukan, ditemukan satu kasus perdagangan satwa yang dikendalikan dari dalam penjara. Pelakunya juga merupakan residivis dalam perkara yang sama. Seolah tidak ada efek jera ketika pelakunya sudah menjalani hukuman,” kata Yugo.
Langgengnya kasus-kasus perdagangan satwa memiliki dampak buruk yang berkesinambungan.
Kepunahan akan semakin cepat terjadi. Berkurangnya satwa di alam liar menghilangkan fungsinya di dalam ekosistem alami. Perubahan ekosistem tentu akan berdampak pada percepatan laju perubahan iklim yang menjadi isu global. []