DISTORI.ID – Untuk merayakan pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024 mendatang, para pemilih harusnya berpikir cerdas dan menolak keras sistem money politics atau politik uang.
Politik uang mengacu pada praktik dimana uang digunakan untuk memengaruhi atau mendukung kebijakan politik, pemilihan, atau keputusan politik lainnya. Ini seringkali dianggap sebagai bentuk perilaku tidak etis dan dapat merusak proses demokrasi.
Aceh sebagai daerah syariat Islam tentulah sangat sensitif jika dikaitkan dengan praktik politik uang, sebagai sesuatu yang tabu bagi masyarakat di daerah Serambi Mekkah itu.
Masyarakat Bener Meriah dan Aceh Tengah harus cerdas memilih
Politik uang membawa sejumlah bahaya yang dapat merusak sistem politik dan demokrasi. Bahayanya, praktik politik uang dapat memperkuat ketidaksetaraan dalam masyarakat karena hanya mereka yang mampu membiayai kampanye atau membeli pengaruh yang dapat memengaruhi kebijakan.
Selain itu, politik uang juga dapat membuka pintu korupsi di dalam pemerintahan, dengan pihak-pihak pemberi uang yang mungkin mengharapkan imbalan atau perlakuan khusus.
Menurut Rifki Hasan Gayo, mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, politik uang akan menghambat pembangunan. Menurutnya, terdapat tiga hak yang melekat pada diri pemilih setelah melakukan pemilihan di Pemilu.
“Yang pertama kita mendapatkan hak APBK (Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten) karena kita memilih DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota). Kedua, kita memiliki hak APBA (Anggaran Pendapatan Belanja Aceh) karena kita memilih DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh),” kata Rifki Hasan.
Dan yang terakhir, imbuh Rifki Hasan, pemilih mendapatkan hak APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) karena memilih DPR-RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia).
“Maka dari itu kita harus cerdas dalam memilih perwakilan kita. Mereka harus memiliki program dan gagasan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ada di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Dan harus ditekankan itu merupakan hak untuk kita sebagai pemilih. Dan apakah masyarakat bisa menjamin jika calon yang melakukan money politics dapat memberikan ketiga hak tersebut?” kata Rifki Hasan Gayo.
Menurutnya, calon legislatif yang melakukan politik uang atau menjadikan ranah politik sebagai ladang bisnis, hanya akan memikirkan kepentingannya sendiri tanpa memikirkan lagi kepentingan masyarakat.
“Karena pada dasar nya sistem Money Politik sama dengan sistem jual beli barang,” pungkasnya. []