KULINERWISATA

Sie Reuboh warisan kuliner Aceh Besar yang sudah ada sejak era penjajahan

DISTORI.ID – Apa yang akan anda jawab ketika ditanya tentang Aceh? Pastinya, sebagian akan menjawab mengenai sejarahnya, penerapan syariat Islam, serta daerah yang dikenal memiliki kekayaan alam maupun keindahan dari tempat-tempat wisatanya.

Namun, apakah anda juga tahu jika daerah berjulukan Tanah Rencong ini memiliki khazanah kuliner yang luar biasa dan tak bisa dipandang sebelah mata?

Dikenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah pada masanya, membuat Aceh kaya akan berbagai makanan tradisional. Warisan itu terus terjaga dan dilestarikan hingga saat ini, seperti kuliner Sie Reuboh yang dimiliki Kabupaten Aceh Besar.

Sie Reuboh merupakan salah satu makanan khas Kabupaten Aceh Besar. Sesuai namanya, Sie Reuboh atau dalam Bahasa Indonesia disebut daging rebus tersebut merupakan kuliner berbahan dasar olahan daging. Biasanya, makanan ini kerap tersaji dan disantap kala Ramadan tiba.

Meski termasuk daging rebus, namun Sie Reuboh bukanlah sekedar rebusan daging biasa. Ada kandungan gurih, pedas, dan keasam-asaman kuah maupun daging yang dirasa ketika kuliner asal Kabupaten Aceh Besar itu disantap.

Cita rasa tersebut dihasilkan dari daging yang telah dicampuri rempah-rempah serta bumbu, seperti cabe kering, cabe rawit, cabe merah, bawang merah, kunyit, jahe, lengkuas, garam, dan cuka. Resep turun temurun yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu.

Kuliner khas Aceh Besar, Sie Reuboh. (Foto: Dok. Abk/Wisata Aceh)

Walau tanpa campuran bahan-bahan kimia atau pengawet, kuliner yang wajib hadir dalam hidangan saat Ramadan ini mampu bertahan hingga berbulan-bulan. Hanya perlu dipanaskan kembali ketika akan disantap untuk mencairkan lemak yang telah mengeras menjadi kuah.

Dikarenakan tidak mudah basi dan bisa dinikmati kapan saja, tak heran membuat Sie Reuboh menjadi salah satu bekal santapan para pejuang Aceh saat bergerilya perang melawan para penjajah. Sebab karakter cita rasa yang ada tidak berubah meski telah beberapa hari dimasak.

Proses Sie Reuboh sebagai kuliner khas Aceh Rayeuk belum seluruhnya berhenti sampai di sini. Daging rebus itu bisa diolah menjadi banyak turunan. Mulai dari sie goreng istilahnya yang mirip rendang, dimasak lemak, dibuat kuah asam keung khas Aceh dan bisa juga dijadikan semacam abon.

Sie reuboh menguapkan wangi cuka yang keras dan menggoda. Wangian cuka ini menjalar bersama rasa pedas bercampur asam hingga ke langit-langit mulut ketika dimakan. Wangi cuka nipah inilah yang mendominasi rasa daging rebus, yang sulit untuk dilewatkan.

Di tahun-tahun terakhir ini Sie Reuboh sebagai menu kuliner yang dijajakan di warung-warung apalagi restoran, makin jarang didapat. Ia kalah pamor dengan ayam tangkap, atau ayam penyet misalnya.

Namun, di kawasan Lambaro, Aceh Besar, sebuah rumah makan khas Aceh Rayek, Delima Baru, dan resto Ayam Tangkap Blang Bintang, masih tetap menjadikan Sie Reuboh sebagai menu utama.

Memiliki keunikan dan telah ada sejak dahulu, membuat Pemerintah Provinsi Aceh kemudian mendaftarkan Sie Reuboh sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia dari Tanah Rencong. Kuliner ini pun dinyatakan lolos verifikasi dan memenuhi syarat, pada 2022.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, Almuniza Kamal mengatakan, ditetapkannya Kuliner Aceh Sie Reuboh menambah koleksi karya leluhur yang telah tercatat secara resmi oleh negara.

“Alhamdulillah 17 karya budaya Aceh yang diusulkan oleh Provinsi Aceh telah di tetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional. Tugas kita selanjutnya adalah merawat agar warisan luluhur ini tetap eksis,” kata Almuniza Kamal, Jumat (30/9/2023).

Adanya penetapan ini, lanjut Almuniza, untuk menguatkan hasrat dan martabat Aceh sekaligus mempromosikan Warisan Budaya Tak Benda kepada masyarakat luas agar warisan leluhur ini tidak hilang dari kepunahan.

Kemudian ia meminta setiap kabupaten/kota agar tidak melihat warisan leluhur ini dari segi kuantitas saja, tetapi juga kualitas. Melalui penetapan tersebut, daerah-daerah pengusung nantinya diharap dapat membuat data base yang berujung pada data pokok kebudayaan.

“Ini jadi penyegar ingatan bagi generasi muda tentang warisan leluhur. Kita berharap kabupaten/kota aktif untuk mencatatkan warisan budaya di wilayahnya sebagai upaya untuk perlindungan terhadap karya budaya lokal dari kepunahan, dan klaimed budaya dari negara lain,” ucapnya. []

Editor: Fahzian Aldevan

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Back to top button