DISTORI.ID – Aksi menyayat lengan sendiri, dilakukan oleh sejumlah pelajar di Situbondo, Jawa Timur. Aksi menyayat lengan yang kebanyakan dilakukan siswa Sekolah Dasar (SD) di Situbondo itu disebut meniru tren di media sosial TikTok.
Para siswa SD itu menggores atau menyayat lengannya sendiri menggunakan alat kesehatan berbentuk stik yang biasanya digunakan untuk mengecek kadar gula darah.
Siswa SD yang disebut berusia sekitar 10 hingga 12 tahunan itu mengaku membeli alat tersebut dari seorang pedagang keliling yang berjualan di sekitar sekolahnya.
Fenomena ini terungkap dari ditemukannya seorang siswa kelas V SD di wilayah Kota Situbondo yang lengannya dipenuhi luka goresan.
Kejadian ini lantas dilaporkan salah seorang guru sekolah itu kepada kepala sekolahnya. Ini dilakukan untuk koordinasi agar segera ada tindakan terkait fenomena itu.
Pihak sekolah kemudian melakukan tindakan dengan langsung memeriksa semua siswa. Mereka berkoordinasi dengan jajaran sekolah lain hingga dilakukan pengecekan terhadap seluruh siswa.
“Di sekolah kami ternyata ditemukan sekitar 10 siswa lebih yang lengannya juga tersayat. Kami langsung melakukan pembinaan dan memanggil orang tuanya,” kata seorang kepala sekolah sebuah SD di kawasan Kota Situbondo kepada detikJatim, Senin (2/10/2023).
Pihaknya langsung melaporkan fenomena ini ke Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Situbondo. Ini agar segera ada upaya menelusuri fenomena itu ke sekolah lainnya.
“Kami juga menutup sementara akses para pedagang keliling yang berjualan di sekolah. Karena dari pengakuan siswa, mereka membeli alat itu dari pedagang keliling di sekolah,” tandasnya.
Sementara itu, Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Situbondo, Supiyono mengaku telah menerima laporan dari kepala sekolah yang menemukan fenomena itu di sekolahnya.
Salah satu langkah yang akan dilakukan pihak Disdikbud adalah dengan menggandeng para korwil di tingkat SD. Lalu menggandeng MKKS (musyawarah kerja kepala sekolah) untuk menangani masalah yang berada di SMP.
“Karena tidak menutup kemungkinan fenomena itu juga terjadi pada banyak siswa SD dan SMP lainnya,” kata Supiyono.
Disdikbud Situbondo juga akan melibatkan sejumlah pihak untuk menangani tren ini. Termasuk, para orang tua siswa melalui komite yang ada di masing-masing sekolah.
“Kondisi saat ini memang serba repot. Di sekolah mungkin bisa diperketat pemakaian gawai. Tapi saat sudah berada di rumah, mungkin dibebaskan membuka medsos dan lain-lain,” ujarnya.
Supriyono menekankan peran semua pihak dalam pengawasan anak untuk membuka gawai harus benar-benar terintegrasi. Pun juga pengawasan anak dalam bermedsos.
Dalam kesempatan berbeda, Psikolog, Praktisi Perlindungan Perempuan dan Anak Jatim, Riza Wahyuni menyebut, tren ini sebenarnya sudah lama dilakukan. Namun, karena dilakukan pada saat live di TikTok, kini menjadi ramai.
“Tren 6 bulan terakhir, namun baru ramai sekarang. Ada fenomena di mana anak-anak memiliki tantangan katanya semakin banyak goresannya, maka akan semakin banyak mendapat gift. Ini problem, pernah live di TikTok,” kata Riza.
Menurutnya, fenomena ini yang membuat anak-anak lainnya mencontoh. Anak-anak rentan masalah mental health. Apalagi yang berkaitan dengan kesehatan mental, mudah putus asa, mudah merasa bersalah atas sesuatu yang ada pada diri mereka.
“Hal-hal yang ada pada diri mereka beraneka ragam, bisa saja mereka korban bullying, korban kekerasan oleh orang dewasa, keluarga broken home, bisa saja kesalahan pengasuhan di dalam keluarga. Sehingga membentuk diri mereka bermasalah yang tidak terdeteksi orang tua sejak awal,” jelasnya. [CNN Indonesia]