HEADLINELINGKUNGAN

Perambahan hutan di Nagan Raya marak, siapa yang bermain?

DISTORI.ID – Aktivitas perambahan hutan yang diduga ilegal terus terjadi di Kabupaten Nagan Raya, tepatnya di Desa Kila Kandeh, Kecamatan Seunagan Timur. Apalagi perambahan itu dilakukan dalam skala besar.

Bahkan terduga pelaku dengan leluasa menebang pohon dengan jaminan selaku Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) atas nama Afrizal.

Camat Seunagan Timur, Salviar Evi membenarkan peristiwa itu. Kata dia, perambahan itu sempat disidak oleh petugas. Namun hingga kini kasus tersebut masih belum jelas kelanjutannya.

Apalagi hingga saat ini pihaknya dari kecamatan belum menerima dokumen terkait perizinan aktivitas penebangan tersebut. Padahal, dirinya telah menyurati Afrizal selaku pemilik PHAT.

“Informasi yang saya terima dari masyarakat, pemilik hak atas tanah atas nama Afrizal,” kata Salviar saat dihubungi DISTORI, Senin (7/8/2023).

Aparat penegak hukum mendatangi lokasi perambahan hutan di Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh. (Foto: Foto untuk Distori)

Pihaknya tidak mengetahui secara pasti pihak yang melakukan perambahan, sebab belakangan muncul nama PT 3M ikut menyodorkan surat perjanjian kepada sejumlah aparatur desa agar mendukung pihak Afrizal dalam aktivitas tersebut.

“Belakangan ada masyarakat yang mengirimkan kepada saya perjanjian antara PT 3M (PT Madina Maidailing Madani) dengan aparatur Desa Kila dan Kandeh, yang salah satu isi perjanjiannya itu untuk mendukung pihak AF (Afrizal) dan berbagai macam isi lainnya,” sebutnya.

Banyak masyarakat yang menolak aktivitas pembalakan hutan secara besar-besaran itu, karena akan berpotensi menimbulkan konflik gajah dengan masyarakat setempat.

“Dan itu [konflik gajah] rutin di Seunagan Timur. Masyarakat selalu lapor kepada camat, ‘ini bagaimana, kami racun atau bagaimana. Kalau sudah tidak ada lagi hutan bagaimana itu imbasnya ke kami, kebun-kebun kami, sawah kami selalu diinjak-injak’,” kata Salviar menceritakan keluhan para warga.

Sementara itu, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah IV, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Aceh, Naharuddin, mengaku bahwa kayu yang ditebang itu kayu berasal dari hutan hak milik masyarakat Desa Kila dan Kandeh Kecamatan Seunagan Timur yang dikuasakan kepada saudara Afrizal.

“KPH tidak pernah mengeluarkan rekomendasi, surat, dokumen apapun, karena berdasarkan regulasi yang berlaku saat ini, pemanfaatan kayu pada tanah hutan hak tidak memerlukan izin dan merupakan hak privat,” sebut Naharuddin.

Kayu hasil penebangan diduga ilegal di Gampong Kila dan Kandeh, dikumpulkan di Gampong Uteun Pulo, Kecamatan Seunagan Timur, Nagan Raya. (Foto: Istimewa)

Pihaknya telah melakukan pengecekan ke lokasi penebangan kayu, berdasarkan koordinat, lokasi tersebut berada di luar Kawasan Hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL).

Media ini juga mengonfirmasi kepada Kasat Reskrim Polres Nagan Raya AKP Machfud, Senin (7/8/2023). Namun, ia enggan mengomentari kasus tersebut, dan meminta kepada media ini untuk konfirmasi kepada pihak KPH Wilayah IV Meulaboh.

“Kalau ada ditemukan pelanggaran atau apa pasti nanti kami tindak lanjuti. Kami tetap koordinasi dengan pihak kehutanan,” kata Mahfud, Senin (7/8/2023).

Tertarik dengan nama Afrizal, media ini coba menghubungi yang bersangkutan melalui aplikasi perpesanan, meminta kesediaannya untuk diwawancarai via daring. Namun, Afrizal mengaku sedang berada di luar kota.

“Maaf bapak. bukan saya tidak mau tanggapi. Tapi saya sekarang lagi di luar kota,” balas Afrizal kepada DISTORI, Selasa (8/8/2023) malam.

Hingga berita ini diterbitkan, Afrizal belum memberikan keterangan apapun kepada media ini terkait dugaan perambahan hutan di Kila dan Kandeh, yang menyeret namanya sebagai ‘tokoh’ utama dalam dokumen PHAT.

Usut Perambah Hutan

Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat Edy Syahputra mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk melakukan penyelidikan terkait dugaan perambahan hutan dalam skala besar di Desa Kila dan Kandeh, Kecamatan Seunagan Timur, Kabupaten Nagan Raya.

“Pemkab Nagan Raya telah turun ke Desa Kila dan Kandeh. Dari informasi yang kami dapatkan, bahwa tim turun untuk memastikan terkait laporan warga bahwa diduga telah terjadi penebangan hutan secara besar-besaran di hutan berstatus areal penggunaan lain (APL) seluas 500 hektare,” kata Edy Syahputra, Selasa (8/8/2023).

Edy Syahputra menyebut, dari laporan yang diterima GeRAK Aceh Barat, bahwa tim turut menemukan aktivitas penebangan dan gelondongan dalam jumlah banyak. Diduga kayu tersebut diangkut ke Medan, Sumatera Utara.

“Dari dokumen yang kami dapatkan, bahwa perusahaan yang membawa kayu tersebut berinisial 3M dengan direkturnya saudara TRM, dan disebut sebagai pihak yang telah menandatangani perjanjian dengan perwakilan Desa Kila dan Kandeh tertanggal 5 Desember 2022,” ungkap Edy Syahputra.

Dalam perjanjian antara pihak perusahaan dengan masyarakat setempat disebutkan bahwa lahan milik masyarakat akan dijadikan lahan perkebunan sawit paska diambil kayunya.

Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat Edy Syahputra. (Foto: Dok. bimcmedia.com)

Pihaknya sepakat dengan apa yang telah dipertanyakan oleh tim gabungan tersebut, perihal persoalan izin penebangan dan juga pemanfaatan kayu.

“Tentunya yang menarik dan terasa janggal adalah ketika Camat Seunagan Timur, Salvinar Evi mengatakan, tim turun atas perintah Pj bupati terkait laporan penebangan kayu besar-besar di hutan kawasan Kila dan Kandeh. Tim menemukan ada surat yang diduga dimanipulasi,” katanya.

Edy Syahputra mempertanyakan legalitas izin penebangan dan pengolahan kayu tersebut. “Bagaimana mungkin, bila tim gabungan turun ke lokasi penebangan kayu tersebut tidak mengetahui aktivitas yang diduga telah berlangsung selama dua bulan?,” tambahnya.

Sebab, perusahaan penebang telah mengeluarkan gelondongan kayu secara besar-besaran untuk dikirim ke Medan, Sumatra Utara. Atas dasar itu, Edy Syahputra mempertanyakan koordinasi pihak perusahaan dengan pemerintah daerah.

Apalagi dari laporan yang diterimanya, lahan itu diperuntukkan untuk korban konflik. “Maka kami juga mempertanyakan, apakah lahan atau daerah yang telah diambil kayunya tersebut memang diperuntukkan untuk korban konflik atau juga kombatan?,” ucapnya.

Atas aktivitas pengambilan kayu secara besar-besaran tersebut, GeRAK Aceh Barat menduga akan menimbulkan dampak lingkungan bagi wilayah sekitar, seperti banjir bila tidak dilakukan pengawasan dan kontrol yang tepat oleh pemerintah melalui dinas terkait.

Kayu hasil penebangan diduga ilegal diangkut dari Gampong Uteun Pulo, Kecamatan Seunagan Timur, Nagan Raya. (Foto: Istimewa)

Pihaknya mendukung upaya pengusutan persoalan penebangan kayu tersebut secara tuntas dan kemudian menjadi terang benderang kebenarannya.

“Apalagi dari foto dokumentasi lapangan yang kami dapatkan, truk perusahaan pengangkut kayu yang membawa balok tersebut terbalik di kawasan Tadu Raya, jalan nasional dan diduga karena kelebihan tonase,” sebutnya.

Pihaknya juga mempertanyakan pengeluaran kayu balok tim tersebut melalui jalur darat oleh perusahaan ke provinsi lain, karena hal ini juga menyangkut dengan beban jalan akibat tonase berlebihan yang diangkut oleh truk kayu tersebut.

“Ini juga terkait keselamatan para pengendara lainnya, dan apakah pengeluaran kayu balok tim dibolehkan secara aturan, tentunya hal ini bagi kami menjadi pertanyaan bila dikaji secara aturan hukum,” ujarnya.

Edy Syahputra menyebut, bila kemudian Pemkab Nagan Raya melaporkan hal ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan aparat penegak hukum (APH) yakni Polda Aceh dan Polres Nagan Raya serta Gubernur Aceh dan Dinas Kehutanan Aceh maka langkah ini patut didukung oleh semua pihak.

Jaringan Aceh-Sumut

Lembaga Swadaya Masyarakat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh menduga ada jaringan Aceh-Sumatra Utara (Sumut) lakukan perambahan hutan di Gampong Kila dan Kandeh, Kecamatan Seunagan Timur, Nagan Raya Nagan Raya.

Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye WALHI Aceh, Afifuddin mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah yang berwewenang untuk mengusut dan memastikan kelengkapan seluruh dokumen perizinan penebangan di Seunagan Timur itu.

“Pihak penegak hukum harus memastikan kelengkapan seluruh dokumen perizinan, termasuk bukti pembayaran hak negara berupa Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) atau Dana Reboisasi (DR) sesuai dengan jenis kayu,” kata Afifuddin, Selasa (8/8/2023).

Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye WALHI Aceh, Afifuddin Acal. (Foto Istimewa)

Afifuddin mengungkap, kayu yang berasal dari dua desa tersebut kemudian dikumpulkan di Gampong Uteun Pulo dalam kecamatan yang sama. Perkiraan jarak berkisar 9 kilometer dari lokasi pengambilan kayu.

Afifuddin juga mengungkap kayu hasil hutan Nagan Raya itu diangkut ke Medan, Sumatera Utara, sehingga kuat dugaan ada kerja sama antara pihak yang bermain di Aceh dengan perusahaan penampung di provinsi tetangga itu.

Berdasarkan informasi yang diperoleh WALHI Aceh, bahwa lokasi pengambilan kayu dimaksud sudah memiliki izin Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT). Namun secara dokumen itu, WALHI Aceh belum memperolehnya, termasuk dokumen standar legalitas kayu.

Truk melintasi jalan nasional, mengangkut kayu diduga hasil penebangan ilegal di Seunagan Timur, Nagan Raya. (Foto untuk Distori)

Jika benar pihak terkait telah memiliki legalitas, lanjut Afifuddin, tentunya dalam pengambilan kayu harus mengikuti ketentuan perizinan, termasuk berdasarkan instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

“Namun jika dilihat dari kondisi lapangan, WALHI Aceh menduga kegiatan pengambilan kayu tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujar Afifuddin.

Atas dasar itu, kata Afifuddin, WALHI Aceh meminta kepada penegak hukum dan pemerintah yang berwenang untuk menghentikan sementara kegiatan dan aktivitas di lapangan sebelum mendapatkan kejelasan legalitas perizinan. []

Editor: Fahzian Aldevan

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Back to top button